Rakyat menuntut Negara Kesatuan
RIS yang berbentuk federal itu tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan oleh Belanda sebagai muslihat untuk menghancurkan RI selain itu bentuk negara serikat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggap 17 Agustus 1945. Disamping itu, konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal tersebut mendorong keinginan untuk kembali ke negara kesatuan.
Pada dasarnya pembentukan negara-negara bagian adalah keinginan Belanda, bukan kehendak rakyat karena Belanda ingin menanamkan pengaruhnya dalam RIS. Rapat-rapat umum diselenggarakan di berbagai daerah, juga demontrasi-demontrasi yang menuntut pembubaran RIS. Sebagian dari pemimpin RI termasuk yang ada dalam parlemen, bertekad untuk secepat mungkin menghapus sistem federal.
Negara-negara Jawa Timur dan Madura, tidak mempunyai perbedaan identitas kultural, linguistik atau etnik dengan penduduk di daerah pusat Republik Indonesia di Yogyakarta. Di daerah iini terjadi demontrasi besar-besaran yang menuntut agar negara kesatuan diwujudkan kembali. Menjelang akhir bulan Januari 1950, negara-negara tersebut memutuskan untuk bergabung dengan RI, bahkan di negara Pasundan, golongan masyarakat yang menginginkan terbentuknya Negara Kesatuan dipercepat oleh terjadinya percobaan kudeta oleh Kapten KNIL, Raymond Westerling.
Pada tanggal 23 Januari 1950, Westerling dengan pasukannya yang disebuat APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) berusaha menduduki Bandung. Kemudian diketahui bahwa APRA juga merencanakan membunuh beberapa orang menteri. Peristiwa itu mendorong parlemen negara Pasundan untuk membubarkan diri dan bergabung dengan RI.
Sultan Hamid II, Kepala Negara Kalimantan Barat yang juga merupakan menteri tanpa fortopolio dalam kabinet RIS terbukti sebagai penghasut utama kelompok Westerling, pada bulan April 1950, Sultan Hamid ditangkap dan kekuasaan atas Kalimantan Barat diambil alih oleh RIS.
Pada tanggal 30 Januari 1950, Pemerintah Pasundan dibawah wali negara Wiranata Kusumah mengundurkan diri dan pada tanggal 8 Februari 1950 menyerahkan kekuasaannya kepada komisaris negara RIS sewaka. Negara-negara lain secara spontan mengikuti jejak negara-negara yang bergabung dengan dengan RI. Akhir bulan Maret, Kalimantan Timur membubarkan diri kemudian diikuti oleh Daerah Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Tengah, Bangka, Riau, dan Belitung pada awal bulan April 1950
Kembali ke Negara Kesatuan RI
Dengan disetujuinya hasil KMB tanggal 2 November 1949, terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan negara federal. RIS terdiri dari:
- Tujuh Negara bagian, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura dan Negara Indonesia Timur (NIT)
- Sembilan satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yakni Kalimantan Barat, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tenggara.
- Daerah Indonesias selebihnya yang tidak termasuk tujuh negara bagian dan sembilan satuan negara.
Negara RIS ternyata tidak dapat berlangsung lama, hal ini disebabkan :
- Tokoh-tokoh terkemuka yang duduk dalam kabinet RIS banyak yang menghendaki negara berbentuk kesatuan
- Sistem federal oleh rakyat Indonesia, dianggap sebagai alat Belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia.
- Dasar Pembentukan RIS yang sangat lemah
- Keberadaan RIS sangat bergantung pada kekuatan Militer Belanda
- RIS menghadapi rongrongan yang didukung Belanda
Persoalan rongrongan terhadap RIS oleh masyarakat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan adalah persoalan terpenting yang dihadapi Kabinet Hatta, maka pemerintah RIS berusaha memecahkan persoalan tersebut melalui UU dan ketetapan RIS.
Pada tanggal 20 Februari 1950 Pemerintah mengusulkan RUU kepada DPR RIS yang mengatur persoalan negara-negara bagian dan daerah-daerah. Pada tanggal 8 Maret 1950, disahkan Undang-Undang Darurat sebagai dasar hukum bagi penggabungan negara-negara bagian dan daerah-daerah dengan RI.
Pemerintah maupun parlemen RIS tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan negara-negara bagian. Dalam pasal 43 dan 44 Konstitusi RIS bahwa peleburan negara-negara bagian dan penggabungan dengan negara-negara bagian harus berdasarkan aturan-aturan.
Pada bulan Mei 1950, hampir semua negara bagian membubarkan diri. Mulai bulan Maret pergolakan dan pertentangan antara golongan federalis dan unitaris berkobar terutama di Makasar, hal ini menimbulkan krisis politik dan pemberontakan.
Rakyat Indonesia pada umumnya menginginkan bentuk negara kembali pada bentuk negara kesatuan. Karena kuatnya desakan rakyat, dilaksanakan konferensi segitiga antara Perdana Menteri Hatta (RIS), Presiden Sukawati (NIT) dan wali negara Tengku Mansyur hal yang dibicarakan mengenai dasar-dasar pembentukan kesatuan RIS.
Tanggal 19 Mei 1950, di Jakarta berlangsung pertemuan antara Perdana Menteri Hatta (RIS) dan Perdana Menteri halim (RI) pertemuan tersebutkonstitusi RIS, hal-hal baik dari konstitusi RIS digabungkan dengan hal-hal esensial dalam UUD 1945.
Hal-hal esensial itu adalah tentang warga negara, agama disepakati untuk menggabungkan RI dan RIS menjadi negara kesatuan. Maka disusunlah Undang-Undang dasar baru dengan cara mengubah dan susunan ekonomi secara kekeluargaan. Bahan yang diambil dari konstitusi RIS adalah mengenai hak-hak asasi manusia.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 dihadapan sidang DPRS dan senat RIS di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu Perdana Menteri RIS menyatakan mengundurkan diri.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 di Jakarta, Presiden mengumumkan terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, berlakukah UUDS Negara Kesatuan RI. Pada hari yang sama, Presiden berangkat ke Yogyakarta dan membubarkan Negara Republik Serikat.